Sabtu, 03 Oktober 2015

Everyone can solve their problem

Heihooo.... Udah lama juga gak nulis di sini.. Mungkin ini tulisan pertama saya setelah jadi Ibu.. Yes! I am a mother of very beautiful daughter.
Hmmm... Kali ini saya mau nulis tentang "masalah". Hahaa, mentang2 habis nulis skripsi jadi omongannya soal "masalah".

Setiap orang pasti punya masalah. Entah itu masalah karir, masalah keluarga, masalah pertemanan sampai masalah berat badan (haha, malah curcol!). Tapi tau gak? Semua masalah yang kita miliki itu sebenarnya menunjukkan kekuatan kita. Yang bisa menyelesaikan masalah kita itu ya kita sendiri, dengan pertolongan Allah tentunya. Orang-orang lain hanya sebagai supporter. Ibarat dalam pertandingan olahraga, kita atletnya, orang di sekitar kita itu penontonnya. Dari barisan penonton itu pasti ada yang men-support dengan motivasinya, ada juga yang menjatuhkan dengan komentar jeleknya.

Sekarang coba kita bicara pahit2nya ya. Ketika kita sedang ada masalah dan kita cerita ke orang lain, ntah itu untuk curhat atau untuk memberi alasan, pasti ada komentar menjatuhkan yang sebenarnya tidak kita harapkan. Berikut contohnya:

A: "Aku sedang sibuk nulis skripsi"
B: "Halah, baru skripsi S1 aja udah repot.."

A: "Aku ngurus anak sendiri di rumah"
C: "Yaelah, baru anak 1 aja, biasa aja kali.."

A: " Aku beresin rumah sendiri juga. Yang beres2 lagi pulang kampung"
D: "Beres2 rumah gampang aja kali, cuman nyapu ngepel. Cuci baju tinggal masukin mesin cuci.."

A: "Aku harus masak juga"
E: "Masak paling berapa menit sih, gak usah dibawa ribet deh..."

A: "Aku harus nyetir sendiri dan bawa anak ke daycare, makanya telat"
F: "Ya makanya tau gtu berangkat lebih awal donk.."

A: "Aku harus pergi bayar pajak dan cuci mobil sendiri"
G: "Lah, yang pakai mobilnya siapa? Kamu kan?"

A: "Aku lagi pengen sendiri, mau menata hati pasca perceraian orangtua ku"
H: "Gak usah lebay deh. Masih banyak yang nasibnya lebih parah dari kamu, ditinggal bapaknya waktu masih kecil2. Ini udah punya suami, punya anak,kurang apa lagi?"

A: "Aku sering pusing2, badanku dibagian ini sering nyeri2 sakit"
I:  "Baru sakit sedikit gtu aja ngeluh.."

A: " Aku capek"
J: " Baru gtu aja udah capek.."

A: " Aku blablabla...
K, L, M, N,......: "blablabala...

Gak akan ada habisnya kalau setiap masalah yang kita hadapi itu kita ceritakan ke semua orang. Semakin banyak kita cerita ke orang-orang, akan ada kemungkinan semakin banyak juga yang menjatuhkan kita, meskipun kadang pasti ada yang prihatin dan mendukung. Tapi buat apa? Mereka tidak akan tahu kondisi kita sepenuhnya seperti apa. Yang tahu ya kita sendiri, jadi yang bisa selesaikan masalah ya kita sendiri. Sekali lagi, orang-orang itu hanya bisa jadi pendukung, kalau kita tidak yakin mereka bisa mendukung ya lebih baik diam saja.
Sebenarnya yang perlu kita lakukan adalah KEEP CALM, PRAY AND ACT. Kalau ada masalah kita harus tenang, kemudian kita berdoa minta pertolongan Allah, kemudian kita lakukan apa yang bisa kita lakukan. Selesai.

Intinya, kunci dari semua masalah yang kita hadapi adalah keyakinan kita. Keyakinan kita bahwa masalah ini ada karena Allah tau kita bisa menghadapinya. Jadi, kalau merasa gak sanggup ya minta pertolongan Allah saja. Kalau ceritanya ke orang lain kadang gak ada gunanya juga. Karena apa? Karena setiap orang punya cara pandang yang berbeda akan suatu masalah. Kalau sesekali mau curhat di media silahkan saja, tapi harus terima konsekuensi kalau ada yang komentar gak enak.

"Tak perlu menceritakan tentang dirimu kepada orang lain. Karena yang menyukaimu tidak membutuhkannya dan yang membencimu tidak akan mempercayainya (Ali bin Abi Thalib)"

Selasa, 20 Januari 2015

The Journey of my pregnancy

Syukur Alhamdulillah Allah tak henti-henti memberi berkah dan rahmat kepada saya. Setelah pernikahan, Allah langsung memberi kepercayaan kepada saya untuk langsung hamil. Walaupun di tengah kekacauan pikiran saya karena masalah keluarga yang tiba-tiba muncul setelah saya menikah dan fisik yang terkuras karena kuliah bolak balik Depok-Bintaro, ternyata saya masih bisa langsung hamil. Alhamdulillah…
Mungkin ini yang dibilang, “Oase di tengah padang pasir”. Mengetahui bahwa saya hamil seketika membuat dunia saya berubah menjadi lebih ceria. Pikiran saya sedikit teralihkan dari masalah keluarga dan mulai memikirkan soal kandungan dan calon bayi saya. Hamil dan memiliki anak sudah merupakan harapan semua pasangan yang menikah, dan begitu juga harapan saya dan suami.
Awal kehamilan saya sempat tidak yakin. Masih sempat-sempatnya saya jogging pagi keliling asrama waktu itu. Hahaaa…Badan terasa gak enak, capek-capek, saya pikir itu hanya efek saya jalan jauh setiap hari naik kereta 5 jam PP. Sempat pengen banget makan kue atau sejenisnya yang manis-manis, saya pikir itu hanya efek saya buka-buka instagram dimana waktu itu banyak postingan gambar kue-kue yang bikin pengen nyoba.. Waktu cerita ke suami, suami langsung semangat pergi keluarga rumah nyariin, entah knapa dia begitu yakin klo saya itu hamil. Saya sih senang-senang aja karena dibeliin makanan, hehehee…
Seiring berjalan waktu saya makin penasaran, kok ini gak datang bulan juga… Terakhir datang bulan beberapa hari sebelum menikah, dan sudah sebulan setelah menikah saya masih belum datang bulan. Saya pikir palingan telat, karena sebelum nikah saya sempat terlambat datang bulan sampai 2 minggu. Akhirnya setelah tanya-tanya ke teman sekelas yang sudah menikah, saya dianjurin beli testpack dulu saja. Oke, saya beli dan besok paginya langsung dicoba. Deg deg ser… Pas dilihat hasilnya 2 garis!! Tapi kok garis satunya pudar… Hmm, masih gak yakin.. 2 hari kemudian dicoba lagi, sama, 2 garis juga dan garis satunya pudar.. Hmm… Keyakinan klo hamil naik jadi 50% tapi belum yakin betul karena belum cek secara medis dan belum dapat legitimasi dari dokter.. Akhirnya seminggu setelah itu saya dan suami memutuskan buat ke dokter. Dan taraaa! Ternyata benar saya sedang hamil dan sudah berumur 7 minggu! Senang, terharu dan panik waktu itu.. I’m gonna be a mom!
Banyak cerita dalam setiap fase kehamilan saya. Awal-awal kehamilan, saya masih bolak balik ke kampus naik kereta. Perut yang masih kecil karena masih hamil muda membuat saya harus bisa “fighting” setiap kali naik kereta. Dalam hati saya pikir, “gak boleh manja, kalau masih kuat ya tahan aja”. Jadilah ikut kegencet2 di dalam kereta khususnya kereta pagi yang isinya para pekerja di Jakarta yang mengejar waktu masuk kantor. Semua saya jalani saja, yakin Allah pasti jaga. Hingga masuk bulan puasa pun saya masih naik kereta yang isinya ditambah ibu2 yang mau ke tanahabang belanja belinji untuk Lebaran. Makin maknyuss isi keretanya, hahaaa… Tapi Alhamdulillah banget, walaupun hamil muda saya gak ada ngalamin yang namanya “morning sick”, gak ada mual atau muntah-muntah yang berlebihan. Gak kebayang kan kalau pas lagi gencet2an di kereta tau-tau mual atau muntah, haha, bisa berabee…! Setiap perjalanan naik kereta saya nikmati saja sebagai pengalaman berharga buat saya. Sekaligus juga mengajarkan pada anak saya untuk tidak manja dan mengerti bahwa dalam hidup itu kita harus berjuang, gak bisa enak2 saja..
Tiba waktu Lebaran, akhirnya saya dan suami memutuskan untuk pulang kampung. Ini pulang kampung pertama kami setelah menikah. Dan jika mau pulang, kami harus membagi waktu di Pekanbaru dan di Bukittinggi, sementara waktu libur yang didapat suami hanya 3 hari. Bayangkan 3 hari! Oke, perjalanan panjang dan padat harus dihadapi. Sekali lagi kekuatan si baby dalam perut diuji. Karena saya yang ngotot mau pulang, saya tidak boleh mengeluh capek atau apa pun. Saya ngotot mau pulang karena saya pikir ini waktu yang tepat untuk bisa menyelesaikan masalah kedua orangtua saya, selain juga waktu yang tepat untuk silaturahmi dengan keluarga besar suami saya. Sesuai prinsip saya, jika sudah memutuskan sesuatu, harus dijalankan dan terima segala konsekuensinya. Perjalanan dimulai H-1 Lebaran. Kami terbang ke Pekanbaru, keesokannya sholat Idul Fitri, silaturahmi dengan keluarga2 saya dan rapat keluarga sore harinya. Saya, adik dan kakak saya berkumpul dengan Mama Papa. Hasil yang didapat, ZONK! Kedua orangtua saya benar2 tidak ada yang mau mengalah. Yang mereka pikirkan adalah kepentingan mereka masing2, tidak ada yang mau introspeksi diri akan kesalahan masing2. Sampai2 saya menangis begitu kencang di depan mereka, yang menenangkan pun adik dan kakak saya yang khawatir dengan kandungan saya. Respect saya benar2 hilang kepada orangtua saya. Baik mama maupun papa sama2 keras kepala dan mementingkan diri sendiri. Sebagai anak saya kecewa dengan ketidakbijaksaan orang tua saya. Malam harinya saya dan suami langsung berangkat ke Bukittinggi naik travel. Perjalanan darat selama kurang lebih 8 jam kami tempuh. Beruntung ada suami di samping saya membuat saya merasa tenang dan nyaman. Hingga akhirnya tiba di Bukittinggi kampung halaman suami saya pada dini hari. Pagi harinya disambut dengan keceriaan keponakan2 suami saya dan kehangatan keluarga suami saya. Saya begitu senang. Seharian kami silaturahmi, ke rumah keluarga, dan main bersama para keponakan, termasuk ke Padang Panjang silaturahmi ke rumah Mak Uwo saya. Lumayan melelahkan hingga kami pulang malam harinya. Keesokan harinya kami lanjut silaturahmi lagi dan menghabiskan waktu ngobrol dengan keluarga, hingga siang hari harus siap2 berangkat ke bandara yang ada di Padang. Ketika mau ke travel kami diantar semua keponakan dan Ibu mertua, bahagia sekali rasanya. Perjalanan ke bandara kira-kira 4 jam karena jalanan macet masa lebaran. Beruntung kami tidak terlambat tiba di bandara dan bisa naik pesawat hingga akhirnya selamat tiba di Jakarta jam 11 malam.
Hufftt!! Perjalanan pulang kampung yang sangat mengesankan. Alhamdulillah tidak ada masalah selama perjalanan. Rasa capek baru terasa setelah tiba di Jakarta. Beberapa hari badan saya terasa capek dan bawaannya pengen tidurrr terus. Untung masih libur kuliah. Saat itu usia kehamilan sudah sekitar 5 bulan. Dan gak tau knapa saat itu saya baru merasa fisik saya melemah. Saya mulai sering mual dan muntah. Penyebab muntah macem-macem, mulai dari karena habis mandi, muntah pas di mobil disetirin suami, sampai muntah karena cium bau suami yang baru pulang kantor. Hahaaa… Ada-ada saja penyebab muntahnya. Mulai masuk kuliah pun terasa berat, kadang ketika tiba di kampus saya langsung ke toilet, muntah. Aneh, padahal sudah hamil 5 bulan kok malah muntah2. Tapi Alhamdulillah tidak lama setelah masa Lebaran itu saya dan suami sudah bisa membeli mobil, walaupun kredit, hehee.. Alhamdulillah saya sudah bisa ke kampus membawa kendaraan sendiri. Waktu yang ditempuh lebih sedikit dibanding naik kereta, dan yang pasti tidak harus berdesakan atau lari2 mengejar kereta. Fisik pun mulai stabil kembali. Sungguh Allah memang sudah tau takaran kekuatan kita umatnya. Allah tidak akan memberi cobaan melebihi kekuatan kita.
Alhamdulillah, saya bisa menjalani perkuliahan dengan lancar hingga lewat 1 semester. Walaupun sering keteteran, syukur Alhamdulilah IPK saya masih cumlaude waktu itu. Dan perkuliahan semester selanjutnya pun harus dihadapi lagi. Kali ini saya terpaksa harus ngekost di Bintaro, karena jadwal kuliah yang lebih padat dan kehamilan yang sudah mulai masuk bulan ke-7. Kenyataannya, walaupun ngekost, tetep aja saya bolak balik ke Depok, hahaa.. Gak tahan ninggalin suami lama-lama.. Jadi saya menginap di kost hanya jika kuliah hari ini sampai sore dan besoknya jadwal kuliah pagi. Dan jarang banget jadwalnya begitu, jadilah saya tetap pulang ke rumah. Palingan waktu dekat2 ujian baru jadwal padat dan harus menginap di kost lama. Jadi anak kost memang gak seenak tinggal di rumah sendiri. Rasanya sepiii dan pengen dekat-dekat suami terus. Kadang suami saya sering kasih kejutan tiba-tiba datang ke kost malam-malam, hihiii.. He’s such an unpredictable man. And I love it! Sempat terjadi satu kejadian waktu saya di kost perut saya gak enak banget.  Buang air terus2an, muntah, dan perut melilit sampai susah nafas. Sampai akhirnya gak tahan saya telfon suami dan dibawa ke RS sampai harus dirawat karena kandungan sudah 7 bulan khawatir ada kontraksi. Ternyata saya salah makan dan mengganggu pencernaan saya, beruntung tidak berpengaruh ke bayi dalam kandungan. Suami saya khawatir banget dan akhirnya setelah itu mewajibkan saya untuk selalu laporan makan apa saja selama di kost. Hihihii…
Selanjutnya kegiatan saya berjalan normal seperti biasa. Saya kuliah dan mengurus suami seperti biasa. Terkadang untuk mengisi kebosanan saya mencoba resep2 masakan baru. Dan lucunya, setiap kali saya masak, si baby dalam perut pasti nendang2, hehee… Seneng masak juga dia sepertinya… Namun cobaan kembali datang pada akhir tahun 2014. Waktu itu tanggal 31 Desember sore dalam perjalanan saya pulang dari kampus menuju rumah, saya mengalami kecelakaan. Mobil saya ditabrak Bus dari belakang ketika di tol TB Simatupang. Shock dan stress ketika itu. Saat itu yang sedang membawa mobil adik saya yang kebetulan sedang cuti akhir tahun dari pendidikannya di Jogja. Mobil saya peyok di bagian belakang. Suami yang saat itu sedang siaga tahun baru di Bundaran HI langsung kaget juga ketika saya kabari lewat telfon. Tapi musibah sudah terjadi, harus dihadapi. Akhirnya saya pergi ke pool bus yang bersangkutan untuk minta pertanggungjawaban. Prosesnya ribet dan berbelit2. Sampai akhirnya saya pulang dan minta nanti pihak bus berurusan dengan suami saya saja. Sedih rasanya ketika kehamilan sudah masuk minggu ke 37 dan tinggal menunggu hari, malah ada musibah dan harus menyusahkan suami saya. Tapi sekali lagi, cobaan ini datang dari Allah karena kesalahan kita juga, sudah sewajarnya kita introspeksi diri dan hadapi saja semua konsekuensinya. Akhirnya mobil yang rusak itu di klaim ke asuransi, dan proses dengan pihak bus yang menabrak masih tidak jelas dan suami saya tidak mau memperpanjang, kasihan juga supirnya. Yasudah, kami ikhlaskan saja, toh sudah ada asuransi.
Saat ini kehamilan saya sudah lewat 39 minggu.. Sudah menunggu waktunya lahiran. Tapi saya masih harus kuliah karena tidak dapat cuti sama sekali. Dan dilemanya lagi, pihak bengkel dari asuransi mengkonfirmasi bahwa mobil sudah bisa masuk bengkel. Lalu bagaimana saya harus kuliah dan bagaimana kalau tiba2 saya harus ke RS? Tidak ada pilihan lain, sekali lagi saya harus terima konsekuensinya, mobil harus dimasukkan bengkel biar cepat selesai dan bisa dipakai kembali waktu saya kuliah pasca melahirkan nanti. Yakin Allah pasti bantu saya nanti ketika akan melahirkan. Toh ini semua sudah atas kuasa-Nya. Mobil yang baru masuk bengkel saat ini bisa saja memang sudah waktu yang terbaik dari Allah, karena sebelumnya saya masih bisa ke kampus dengan mobil. Dan saat ini paling hanya 2 hari saya kuliah tanpa mobil, saya bisa menginap di kost dan untuk ke RS, masih ada taksi jika memang harus mendadak.
Begitulah perjalanan selama kehamilan yang penuh lika liku. Saya jalani itu semua sebagai pengalaman berharga untuk saya. Dan semoga karena itu anak saya kelak bisa tumbuh menjadi anak yang kuat fisik dan mentalnya. Karena dari sejak di kandungan dia sudah mengalami banyak cobaan. Kamu hebat nak!. Dan sekarang Bunda sudah rindu ingin segera bertemu kamu di dunia ini. Keluar lah nak.. Bunda dan Ayah sayang kamu dan sudah tidak sabar ingin menggendong kamu. Semoga Allah selalu melindungi kamu ya nak…

Selasa, 13 Januari 2015

Hidup ini baru dimulai…

Rasanya sudah sangat lama saya tidak menulis di blog ini, setahun lebih!! Yap, kesibukan kuliah dan kesibukan mempersiapkan pernikahan, hingga akhirnya menjadi istri dan sampai sekarang sedang hamil mungkin jadi alasannya..
Alhamdulillah, sekarang saya sudah menikah, tepatnya tanggal 23 April 2014 lalu..
Begitu panjang ceritanya sampai saya menikah, mungkin cukup menjadi salah satu cerita hidup saya nanti untuk anak cucu saya. Begitu panjang hingga saya tidak sempat bercerita banyak kepada teman-teman saya. Saya sibuk dengan perenungan diri saya dan istikharah untuk memastikan bahwa jalan ini memang jalan yang tepat. Tempat curhat saya saat itu hanya Allah.
Yang jelas, perjalanan panjang hingga akhirnya menemukan jodoh yang tepat ini menjadi pengalaman yang sangat berharga buat saya. Alhamdulillah, akhirnya saya menemukan pria yang benar-benar bisa menjadi imam bagi saya, pria yang memiliki visi hidup yang jelas dan berwawasan luas, pria sederhana namun penuh percaya diri, pria yang bertanggung jawab dan apa adanya, dan yang jelas pria berpotensi yang memang pantas untuk saya dampingi hingga akhir hayat. Ciee.. Aamiiin yaa rabb…
Entah lah, mungkin ini memang sudah jalan Allah. Pertemuan pada bulan Oktober 2013 akhirnya membawa kami pada pernikahan di bulan April 2014. Proses yang cepat, memang. Kami memang sudah berkomitmen untuk tidak pacaran. Pacaran hanya buang-buang waktu dan tenaga saja. Waktu yang berlalu kami gunakan untuk lebih mengenal satu sama lain dan memperkenalkan pada keluarga masing-masing. Dan Alhamdulillah prosesnya memang begitu lancar hingga pernikahan tanggal 23 April 2014.. Alhamdulillah saya punya keluarga besar baru yang begitu baik dan menerima saya dengan baik. Perasaan saya sangat bahagia saat itu.
Namun, ditengah kebahagiaan saya menjadi pengantin baru, saya harus menerima satu berita yang benar-benar membuat hati saya hancur. Tepat sehari setelah acara resepsi pernikahan saya, ketika saya dan suami baru tiba di Jakarta dan melangkahkan kaki masuk ke rumah dinas suami saya, saya mendapat kabar bahwa kedua orang tua saya bertengkar hebat hingga akhirnya Papa menalak cerai Mama. Ada apa ini? Kenapa saya baru menikah orang tua saya malah bercerai?? Papa yang baru saja dinyatakan lolos menjadi anggota DPRD Sumatera Barat dengan gampangnya menceraikan mama dan pergi dengan istri mudanya. Seperti lepas tangan begitu saja setelah menikahkan anak perempuannya. Papa yang selama ini saya banggakan ternyata begitu tega melakukan hal yang sangat mengecewakan saya. Dan mama yang selama ini saya pikir sabar menjadi seperti orang stress dan melakukan hal-hal yang tidak wajar. Saya sebagai anak, tidak tahan melihatnya. Tidak ada ada lagi panutan saya dari orang tua.
Betapa bercampur aduknya hati saya saat itu. Tidak ada “euphoria” pengantin baru bagi saya. Hari-hari saya lalui dengan berat. Fisik terkuras karena harus mulai kuliah Depok-Bintaro dengan berdesakan naik kereta yang menghabiskan waktu 5 jam PP, menyesuaikan diri untuk melayani suami dan melaksanakan tanggungjawab sebagai istri ditengah tugas-tugas kuliah, dan mental terganggu karena memikirkan masalah orang tua yang tak ada titik temu dan selalu membuat saya berlinang air mata. Berat memang.. Tapi saya masih bersyukur karena saya punya suami yang mengerti masalah saya dan selalu mendukung saya. Saya ternyata tidak sendiri dengan masalah-masalah saya itu.
Masa-masa setelah menikah dengan semua masalah itu membuat saya menjadi lebih sering menarik diri, anti sosial dan tidak percaya diri lagi. Tidak ada lagi keceriaan, canda tawa dan kontak-kontak dengan teman-teman atau pun lingkungan sosial saya. Tidak ada lagi ngobrol atau chating dengan teman-teman. Saya menjadi hilang dari peredaran dan malas bersosialisasi. Saya sibuk dengan masalah saya sendiri. Saya sibuk menata hati saya yang sangat hancur dengan perceraian orang tua saya itu. Saya menjadi takut dan trauma dengan pernikahan. Maafkan saya teman2, bukannya saya sombong atau tidak mau bersosialisasi lagi, tapi beratnya masalah yang saya hadapi benar-benar sudah menjatuhkan mental saya. Saya menjadi terlalu serius dan kaku memandang semua masalah. Dan saat ini saya jadi merasa makin jauh dengan teman-teman saya. Semoga pelan-pelan silaturahmi bisa disambung lagi..
Yak! Ini lah hidup… Ada bahagia, ada sedih.. Ada tawa, ada tangis..
Dan hidup saya baru dimulai setelah pernikahan saya itu.. Saya harus menjadi wanita yang kuat dan tangguh. Saya harus menjadi wanita mandiri dan tidak bergantung pada orang tua lagi. Allah tidak akan memberi cobaan kepada hamba-Nya kecuali dia memang mampu menghadapinya. Alhamdulillah rasa sedih itu sudah mulai bisa saya “manage”, walaupun terkadang masih sering tiba-tiba keluar air mata kalau lihat mama yang sedih atau kangen sama Papa. Ini saja menulis begini sambil pegang tissue, haduuh…
Ayo Revie, kamu kuat!!
Saya harus mensyukuri apa yang sudah terjadi. Masih banyak orang yang lebih rumit lagi masalahnya. Saya harus bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari masalah ini dan tidak terlarut dalam rasa sedih. Saya harus bersyukur kejadian ini terjadi setelah saya punya pendamping yaitu suami yang selalu menguatkan. Terimakasih suamiku atas dukungannya hingga saat ini. Kamulah satu-satunya pria tempat aku bersandar saat ini. I love you…